Politik Trotoar
Oleh : Azis
Mutaqin
Nampak telihat jelas orang-orang lalulalang di tepi
sudut jalan protokol di kota-kota besar indonesia,yakni Trotoar atau side walk
way ialah jalur istimewa untuk para pejalan kaki dan sebagai akses cepat
ditengah kemacetan jalanan ,ketika orang-orang berjalan ketempat tujuan satu
ketujuan yang lainya yang tentu sangat mempertimbangkan jarak tempuh.
Dikota-kota besar indonesia sendiri seperti :Jakarta,Bandung,Yogyakarta,Bali
dan Surabaya Trotoar sangat berfungsi digunakan masyarakat sipil ataupun
swasta. Dan terhitung keberadaan trotoar yang ada sangat tidak proposional
dengan keberadaan jalan raya .itu terlihat juga dikota bandung disepanjang
jalan Suria Sumantri nyaris tidak ada lagi trotoar untuk para pejalan kaki
menimbang daerah tersebut merupakan salah satu daerah ramai akan tempat-tempat
hiburan dan lembaga pendidikan berbeda kondisi di sekitar jalan Cihampelas
justru trotoar ber asimilasi dengan para pedagang kaki lima yang bukan pada
tempatnya. Sangat wajar jika kondisi tersebut berujung pada peristiwa-peristiwa
yang sarat akan kriminalitas dan kecelakaan lalulintas.
Mengancam Hak
Pejalan Kaki
Hakikatnya setiap manusia berhak atas akses publik (J.Habermas),jika dilihat sesuai konteksnya kewenangan memanfaatka
fasilitas publik sesuai penggunaanya ,kesenjangan
antar kelas menjadi begitu sakral jika dikaitkan dengan kasus-kasus perebutan
akses trotoar.polemik horizontal lebih berbahaya dibandingkan polemik vertikal(Supra-Infrastruktur politik) hak pejalan
kaki versus hak berkendara sering muncul,ketika terburu-buru pengendara
melakukan manuver dengan menggunakan trotoar sebagai jalan pintas ,dengan
alasan sempitnya ruas jalan trotoar dijadikan temapt parkir semi permanent yang
kemudian munculah sensitivo-rasional dikalangan birokrat(Dept PU&Dishub) ketika
mereka berpikir mengenai suatu realitas dengan dilandasi pengalaman dari
penginderaan.ini terlihat ketika trotoar di salah satu jalan dikota bandung
dibongkar secara perlahan ,proses berfikir yang menimbulkan kesenjangan
kognitif dan affektif inilah yang sudah terjadi,kepentingan antar publik
difragmentasi secara berkala.lebih prediksionalnya konflik akan terjadi ,saling
kalim antara hak yang sesungguhnya. Ancaman kolektif yang sarat akan
kesenjangan sosial.Misalnya Pengguna kendaraan bermotor semakin meningkat
setiap tahunya,itu artinya tidak semakin terkikis pula bagan-bagan trotoar
dikota bandung. Solusi pembagian ruang jalan nampaknya belum bisa dipelihara
,jalur khusus sepeda yang awalnya terlaksana habis dimakan roda-roda kendaraan
bermotor.tawaran kongkrit yang sebenarnya setiap orang bisa lakukan,Pertama
pengembalian fungsi trotoar meskipun harus di gabung sebagai jalur
khusus sepeda.Kedua, prioritas dibeberapa jalan vital di bandung(Jalur
khusus) Ketiga, regulasi(Perda) yang tegas atas trotoar dan jalur
sepeda.itu semua memang diakibatkan permainan panggung suprastruktur politik
yang sudah semakin progressif. Dan saatnya rekondisi ruang publik secara
kompheresif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar